Saturday 17 August 2013

Kita Bukan Satu (lagi)

Kita benar-benar bodoh. Tuhan selama ini tak pernah mengizinkan kita untuk bersatu, namun kita selalu memaksa. Dan kini kita memang bodoh.

Hingga kita selalu memaksa hati kita untuk menerima kembali kehadiran satu sama lain. Yang pasti berujung dengan omongan kasarmu. Entahlah disini apakah hanya aku yang merasakan sakit luka lama? Atau kamu juga ikut berperan mengambil sakit luka lama itu lagi. Akupun tak mengerti.

Memang benar apa kata Raditya Dika
Yang tahu kapan bajaj akan berbelok itu adalah Tuhan dan sang sopir

Seperti hubungan kita, yang mengerti hubungan kita itu sudah berbelok dari hal-hal yang wajar, hal-hal yang penuh keindahan itu hanyalah kita dan Tuhan yang tahu. Walaupun dimana akar semuanya itu bisa terjadi kita tak pernah sadar dalam menjalaninya. Kebosanan, kejenuhan itulah biasanya yang menjadi halangan terberat dalam suatu hubungan. Namun, jika kita bisa mencoba berjuang dan bertahan secara bersama-sama, semua itu adalah halauan yang ringan. Namun sayangnya, kita sekarang tidak satu lagi. Tidak satu hati dan satu tujuan lagi.

Andai kita bisa sama-sama menghargai perjuangan satu sama lain dalam membangun suatu hubungan yang bisa dibilang "HUBUNGAN HATI" ini dengan perlahan dan dengan hati pula. Mungkin kita berdua adalah sosok insan yang gagal ! Amat sangat gagal ! Kita laksana sepasang burung beo yang bego. Walaupun kita telah dilatih oleh pawangnya berkali-kali kita tetap saja dan dapat menirukan apa yang telah kita perjuangkan. Kita laksana manusia sakit yang tak punya otak ! Berjuang dengan berat, namun hanya bertemu dengan kebosanan kita menyerah? Hey ini masalah hati. Menyesal itu pasti akan selalu ada diakhir. Apa kita, iya kita aku dan kamu mau dan siap? Menerima penyesalan yang bakal menyesakkan? Think again.

Dulu, kamu seakan menawarkan cinta yang begitu manis. Kamu seakan berjuang membuat hatiku luluh lantak dengan semuanya. Kamu inginkan aku. Begitu pula aku, dulu aku berjuang dalam menolak hal baru yang pernah kau tawarkan, tapi apa? Semua itu hanyalah sia-sia. Hari kian hari aku mulai menuliskan tetes demi tetes rasa yang membuncah didalam dada ini untukmu. Kita pernah merasakan bagaimana kita yang pernah malu-malu kucing dalam mengucap kata "sayang" untuk satu sama lain. Apa kamu lupa akan hal itu ? Perlukah aku mengingatkannya kembali? Sepertinya kamu bisa mengingatnya sendiri.

Apa kamu juga bakal segitu mudah dalam menghapuskan cinta yang pernah kita bangun sama-sama? Apa kamu bodoh? Selama itungan detik demi detik, menit demi menit, jam demi jam, bahkan ufuk timur yang menghilang di ufuk barat pun kita lakukan bersama-sama setiap harinya. Apa itu hal yang mudah bagimu? Tapi kenapa semuanya bukanlah hal yang mudah bagiku. Semuanya seperti pukulan pahit yang menerpa didalam tubuh. Begitu menekak, sakit dan hambar.

Entah apa yang ada difikiranmu, ketika kamu mulai menunjukkan kebosananmu terhadap hubungan ini. Serasa semua perjuangan kita kamu lupakan dengan BEGITU mudahnya. Pernahkah kamu mulai memikirkannya ulang? Ini bukan berarti aku memaksamu untuk bertahan disampingku, menemamiku kembali menikmati indahnya ufuk timur berkata "Hallo" dan ufuk barat berkata "Goodbye". Tapi memikirkan segala hal yang pernah engkau perjuangkan untuk kita untuk cinta kita lebih tepatnya. Jangan kau hiraukan wanita-wanita sejenisku yang bertebaran dalam hubungan kita. Aku mencintaimu. Namun sayang, kita bukan satu (lagi). 

Maafkan aku yang tak pernah bisa menahanmu pergi, karena aku tahu cinta diantara kita terlalu hambar untuk dinikmati pelanggan terhormat sepertimu. Dan aku menyadari, bahwa sosokmu mulai tak memiliki alasan lagi untuk bertahan disini. Terimakasih atas segalanya. 


Wednesday 14 August 2013

Bukan Aku Yang Pantas

"Mengapa kau lantas berubah?" tanyaku perlahan menahan getir dibibir.
"Bukan aku yang berubah tapi kamu!" bentak dia seakan menampakkan sorot mata yang tegas akan perkataannya.
"Apa yang kamu nilai, sehingga kamu mengatakan akulah yang berubah?" tanyaku masih ingin menemukan jawaban pastimu.
"Bodoh! Aku ingin kau pergi ! Cari kebahagiaanmu sana! Bukan aku !" jawabnya seakan begitu ringan tanpa dipirkirkan begitu matang oleh otaknya.
"Tapi aku sayang sama kamu, kamu kebahagiaan aku" kucoba genggam tangannya untuk menahan langkahnya.
"Kebahagiaan kamu bukan aku! Pergilah!" dengan kasarnya dia hentakkan tangannya agar terbebas dari genggamanku.

Perlahan-lahan dia meninggalkanku dalam kondisi seperti ini, meninggalkanku tanpa perasaan bersalah sama sekali. Meninggalkanku dengan duka dan lara. Dan herannya, aku hanya bisa menatapnya, menatap kepergiannya, hingga langkah kakinya mengantarkannya pergi menjauh dan semakin menjauh, hingga sorot mataku tak dapat lagi menemukan sosoknya didepanku. Kurasa bayangan dia semakin pergi menjauh dalam gelapnya malam dan rintikan hujan. 

Namun, kurasakan airmata ini kembali menggenang dalam pelupuk mata. Terjun dengan bebasnya membasahi pipi ini. Aku benci kondisi ini. Ketika aku begitu terlihat rapuh atasnya. Semua tulang-tulang kakiku seakan tiba-tiba merasa mengerang hebat dan rapuh membuatku perlahan-lahan jatuh kelantai jalan saat itu. Aku menangis lagi. Untuk kesekian kalinya atas perlakuannya. Aku selalu berusaha mencoba terlihat kuat namun semuanya nihil.

Kumerasakan aku tak pernah pantas untuknya, aku tak pernah pantas mencintainya. Namun, mengapa Tuhan begitu tak adil harus mempertemukanku dengannya ? 

Tangis ini semakin dengan bebasnya terjun mengalir dipipi, semakin lama semakin basah, semakin lama pula aku merasa lelah atas semua ini. Kukumpulkan seluruh sisa-sisa tenaga yang masih ingin membuatku bangkit dan kembali kerumah untuk meneruskan semua derai tetesan air mata ini. Walaupun aku tahu bukan mudah untuk dilakukan.

Kulihat bingkai foto itu mengabadikan dengan indahnya momen kebersamaan kita, senyuman rileks yang terlihat jelas di kedua bibir kita. Itu terlihat sinkron sekali dengan apa yang terjadi sekarang. Kulihat seisi ruangan kamarku yang penuh dengan kenangan-kenangan kita. Aku menemukan sosok liontin itu, liontin pengikat aku dan kamu. Pecah sudah semua derai air mata ini. Melihatmu memutuskan untuk pergi menjauh, dan jauh sejauh mungkin. Meninggalkanku dengan sisa-sisa kenangan yang pernah kita ukir berdua dengan indahnya tanpa ada satupun tetesan tinta yang mengotorinya. Sungguh kumerindukan hal itu.

Sehari setelah kejadian semalam aku semakin terpuruk. Terpuruk dengan suasana yang pernah kau ciptakan. Kulihat foto indahmu, senyuman itu yang paling kusukai, ketegasanmu yang selalu kurindui. Kuperhatikan setiap lekuk demi lekuk bentuk wajahmu, membuat darah mendesir dengan hebatnya. Andaikan kau disini, menemaniku dalam keadaan ini. Memberikan pundakmu untuk mengungkapkan semua rasa pilu yang menyerang lubuk hati ini. Andaikan.

Kriiinggg !!!

Kucoba bangkit dan mencari dimana sumber bunyi itu berada, kuambil sebuah handphone kesayanganku , disitu tertera nama Eliya sahabatku yang paling bisa mengerti keadaanku tanpa harus aku kabari.

"Wi, kamu enggak papa kan?" tanyanya dengan penuh kecemasan.
"Aku sama Andri el, aku aku" seakan bibir ini terkunci rapat untuk mengucapkan kabar tersebut.
"Kamu kenapa Wi? kamu cerita dong ke aku" sontak Eliya kaget mendengar hisakan tangis
"Andri, enggak pernah sayang el sama aku. Dia ninggalin aku.." jawabku dengan sesenggukan tangis.
"APAAAA???!! Andri kek gitu?" teriak nada kaget si Eliya.
"Iya el, aku kecewa sama dia.Kecewa banget" kataku sambil mengalir terus air mata ini
"Kamu sabar ya, sekarang kamu tenangin diri kamu dulu. Aku enggak mau kamu kenapa-kenapa" jawab Eliya seakan menenangkanku.

Malam ini hujan deras seakan menjadi saksi betapa sakitnya hati ini. Betapa pilunya mencintai dirinya. Betapa malangnya harus bertemu dengannya dalam keadaan seperti saat ini. Kamu membuatku hancur berantakkan. Menghempaskan segala impian-impian yang pernah kurajut bersamamu dengan indahnya. Melupakan segala ukiran kenangan manis, yang pernah kau bangun bersamaku. Kau benar-benar gila !

Disini aku bagaikan sosok seonggok pungguk yang merindukan sang bulan didalam kesunyian malam, bertautan dengan suara gemericik air hujan. Kamu tak pernah tahu kondisi ini. Yang ada, hanya kamu yang melihatku lemah, yang melihatku riang. Tapi kamu tak pernah mencoba untuk melihatnya lebih dalam dan dalam lagi. Karena disitu goresan lukalah yang menghiasi, yang harusnya kamu lihat ! Bukan keadaan seperti ini yang kamu lihat.

Apa memang semua ini karena aku yang memaksamu untuk tetap menjaga cinta yang pernah kau tawarkan ? Hingga semua penawar itu menjadi racun yang menyakitkan bagi seonggok tubuh mungil tak berdaya ini? Apa itu tujuan dari semua tawaranmu? Melihatku kembali sakit dan merasakan sakit lama itu. Karena kamu tak pernah mencoba mulai memahami bagaimana kita, kita yang pernah membangun semua ini. Baiklah, cukup lelah aku merasakan semua ini. Memilih mundur darimu yang tak pernah mengasihiku dengan tulus itu menyakitkan tapi itu pilihan yang terbaik. Daripada mencoba memperjuangkanmu dengan kebodohan ini. Semuanya lebih akan menyakitkan.

Selamat menemukan, sesosok yang pantas untukmu disana kasih. Bukan aku yang pantas.


Wednesday 7 August 2013

Cemburu? Ya Aku CEMBURU

Hari demi hari baru mulai kurasakan mewarnai hubungan ini. Hubungan kita yang merambat jam demi jam, hari demi hari, bahkan bulan demi bulan. Menjadikan sosok keindahan yang telah aku dan kamu nantikan. Sosok dewasa, sosok pengertian, dan sosok yang terbaik satu sama lain seperti yang telah kita usahakan. Namun. Aku merasakan bimbang. Lebih pantaskah aku menyebutnya usaha? Atau lebih pantas memaksa? Cuma hati kita masing-masinglah yang mengetahuinya. Tetapi, sepertinya mencintaimu bukanlah hal yang menjadi paksaan dalam hari-hariku. Menikmati mentari pagi yang menyeringai hingga berpindah posisi menjadi ufuk barat yang memancarkan kedamaian bagi penikmatnya.

Hingga pada suatu tanggal, kutemukan dirimu yang mulai janggal. Aneh, menyedihkan, mengecewakan, dan membuatku kembali meneteskan buliran air hangat dari mata. Kamu yang pernah menyebutku sebagai "WANITA"-mu seakan harus merasakan sakit ngilu itu. Lagiii..

Dulu, aku seakan tak pernah berharga dimata teman-temanmu. Aku hanyalah sebatas teman pula bagimu. Bahkan ketika semua mendengar bahwa aku adalah "WANITA"-mu , sahabatmu sendiri pun tak memberikan sinyal hijau kepada kita. Tak ada restu didalamnya. Untuk kita menjalin keindahan rasa yang bergejolak dengan hebatnya didalam dada. Dan anehnya, masa lalu kamulah yang mendapatkan posisi itu. Posisi dalam perestuan itu. Posisi dimana hal itu yang selalu kuimpikan. Menjadi sosok yang baik bagimu , bahkan bagi sahabatmu. Semua itu sulit, butuh pengorbanan dan perjuangan. Tapi? apa kamu pernah mengerti? Semua semangat yang kamu berikan. Semua cinta yang kamu curahkan. Itulah tujuanku. Bahagia denganmu. Hingga ujung waktu seakan berhenti. Berhenti tepat pada akhir yang manis.

Masalah demi masalah seakan selalu menerjang kokohnya tiang hubungan kita. Seakan ingin menggempurnya hingga hancur. Bahkan kita harus berpisah berkali-kali untuk itu. Untuk suatu keegoisan lebih tepatnya. Keegoisan yang tak terkendalikan. Mungkin karena jarak yang begitu tega memisahkan kita, memisahkan jalinan dua hati. Atau memang itu hanyalah keinginan raga ? untuk saling melepaskan? Kurasa bagiku tidak. Namun entah bagimu.

Masalah satu seakan selesai. Namun munculah lagi masalah baru. Kata orang-orang masalah itulah yang mendewasakan kita. Mendewasakan suatu hubungan. Tapi kurasa memang kita belum pantas mendapatkan masalah sebesar ini. Masalah dimana masa lalumu kembali mendapatkan persinggahan yang lebih tinggi daripada aku. Masalah dimana keirian ini semakin menapaki diri dengan begitu ganasnya. Aku takut. Aku takut jika pada suatu esok kemudian, pada suatu mentari pagi kemudian, atau bahkan pada ufuk barat kemudian, kau akan lebih memilih juga untuk bersamanya. Mimpi-mimpi yang pernah aku bangun bersamamu kurasakan mulai merapuh satu persatu. Walaupun selalu kuusahakan untuk membentuknya kembali. Tapi, ketakutanku tak pernah menjadi ketakutanmu.

Dan perlu kamu tahu, aku Cemburu ! ya aku sangat CEMBURU dengan masa lalumu...