Thursday 21 November 2013

Saat Cinta Tak Pernah Kembali Pulang

Dingin udara malam menusuk seluruh lubang pada rajutan benang-benang yang tersusun rapi membentuk piyama tidurku malam ini. Dingin dan kedinginan. Namun entah, hanya sembari sebentuk laptop dalam pangkuan serta coretan indah diary yang menemani malam ini. Tawa, canda, dan senyuman seakan hanyalah kenangan manis yang terajut begitu sederhana namun penuh makna. Aku tahu malam ini hanyalah kesedihan, awan gelap, dan derai tetesan air mata. Kamu, membawa luka lama itu kembali datang kepadaku. Membuatku semakin tak nyaman dengan keadaan dan rasa cinta ini.

Namun, aku selalu yakin. Apapun yang seseorang korbankan dengan tulus, apapun yang orang itu tunggu dengan penuh makna dan keihklasan yang bergantung pada semuanya. Tuhan menjanjikan yang terbaik untuknya. Namun apakah hanya ketulusan orang bodohlah yang bisa kamu balas dengan rasa kesakitan ini. Entahlah sampai kapan, aku menyimpan rasa sakit ini, begitu rasa ini mulai menghujam seluruh raga ini, menghantam dengan hebatnya membuat pertahanan tulang-tulang seakan tak mampu menopang seluruhnya, seluruh penderitaan ini. Keyakinanku akan harapan dan kasih sayang ini terlalu tinggi. Membuatku harus kembali menitikkan air mata diatas harapan yang sekeji ini engkau hempaskan.



Aku kadang mengerti apa arti cinta itu saat bahagia, namun aku tak pernah paham, saat aku menitikkan air mata dalam kasih dan rasa itu. Saat bahagia, kurasa cinta itu anugrah terindah yang diberikan Tuhan kepada insan ciptaannya. Namun berkebalikan, disaat aku merasakan goncangan. Disitu kulihat sirat ketidakadilan yang memaksa kita menghilangkan seulas senyuman, tawa yang selalu menghiasinya. Semuanya seperti kertas buram, entah dimana kita bisa menemukan titik terang dalam kertas itu. Karena penuh ketelitian untuk mencari jawaban.

Namun aku selalu percaya dan yakin dalam apapun keadaan buruk itu selalu ada titik terang, walaupun hanya sedikit kemungkinan. Sedikit kemungkinan kita dapat menemukannnya titik terang tersebut.

Derai lelehan air hujan yang meleleh dalam dinginnya malam seakan sembari menyamakan nada tetesan demi tetesan air yang berlinang dari dalam mata. Remuk, hancur dan kacau. Semuanya tak lagi seindah dimana kita pernah saling tawarkan manisnya cinta, tawarkan indahnya cinta dan tawarkan kepalsuan komitmen. Berbagai mimpi yang pernah kita susun dengan indahnya, seakan mulai hancur dan melebur untuk berubah kedalam bentuk lain, tak lain dan tak bukan adalah Kenangan.

Lalu, bagaimana jika cinta itu selalu menimbulkan luka kepada pemiliknya? Apa kau yakin cinta itu selalu bertetap disitu? Dalam berbagai benderang dan badai yang menyerang? Apa kau yakin akan terus bertahan, akan terus mengeluarkan tetes demi tetes air mata dan titik demi titik senyum kepalsuan? Apa kau akan mencoba memberi kepalsuan lagi, kepalsuan bahwa kau masih berasa nyaman didekatnya?

Itu semua hanyalah pembodohan, dimana kita enggak akan pernah betah. Walaupun aku pernah mencobanya kepadamu, mempercayakan beribu kesempatan kepadamu. Namun apa? Memang sikap dan sifat sangatlah berhubungan erat. Kau yang memang bersifat keras, acuh, dan kasar memang susah untuk dirubahnya. Perlahan-lahan aku mulai terbiasa dengan sifat kamu yang seperti itu. Namun, apa kamu pernah sadar, setiap kesempatan demi kesempatan hingga detik kemarin, kenyaman ini makin mengendur dan mengendur. Bukan hanya itu, bahkan kepercayaan mulai terkikis habis.

Dan didetik ini, semuanya hanyalah sebatas kenangan saja, cinta ini tak pernah lagi mau kembali pulang. Saat berbagai kesakitan yang tiada hentinya kau lakukan. Diamku bukan karena amarah, sedihku bukan karena terlarut namun semuanya hanya sebatas untuk menunjukkan bahwa suatu saat memang benar CINTA TAK PERNAH KEMBALI PULANG. ~

No comments:

Post a Comment