Kadang suatu perjalanan sebuah kisah itu perlulah suatu benteng yang
tinggi, besar, kokoh. Benteng yang terbentuk dari ribuan batu batako,
ratusan semen, bahkan puluhan tukang untuk mengerjakannya. Itulah
sulitnya membangun suatu banteng yang begitu kokoh untuk pertahanan,
untuk mempertahankan kehidupan kita.
Dunia ini seakan
menjadi deretan kisah kita dalam menjalin suatu rasa, rasa yang
bergejolak dari dalam hati. Rasa yang seakan sulit untuk diungkapkan
,ditebak, namun menanggung rasa yang amat menyakitkan luar biasa. Apa
kah rasa itu kau ketahui artinya? Mencobalah mengerti untukku. Perasaan
yang tumbuh semakin pesat, seperti virus yang menyerang tubuh manusia
dan belum ditemukan vaksinnya. Itu rasanya, menyiksa namun jika kita
lebih mengerti kadang itu membuat kita menjadi lebih baik pula. Mengerti
artinya, memahami maknanya seperti itulah kiranya rasanya.
Hari
demi hari, kian mantap perasaan ini. Aku mulai merasa takut kehilangan
kamu. Rasa siksaan yang bertubi-tubi saat kamu tak ada disampingku, tak
bisa menemani ku, tak ada seulas senyum kamu untukku. Kamu seakan
menjadi pengendali otak, hati dan linangan air mata. Tuhan, inikah
perasaan yang mungkin dia rasakan juga kepadaku? Cemas. Itu yang aku
rasakan ketika kamu sedang berdekatan dengan sesosok makhluk yang sama
sejenisku, yang biasa kunamainya wanita. Rasa takut akan kehilanganmu
itulah yang seakan menghujam jantung perasaanku. Mungkin kamu tak tahu
tentang itu. Karena dekat denganmu, menjalin kasih ini denganmu dan
mencoba mempertahankannya itu sudah diterpa begitu banyak halangan. Aku
mencintaimu, mungkin begitu pula kamu.
Kurasa kamu
belum begitu mengerti apa yang sedang kurasakan, karena ku tahu kamu tak
pernah sibuk untuk memikirkanku. Berdosakah jika aku sering menjatuhkan
air mata ini untukmu? Berdosakan aku jika kamu selalu kunomorsatukan?
Aku merasa aku selalu kehilangan kamu, kamu pergi meninggalkanku tanpa
seutas ijin.
Janji kamu yang begitu banyak, hingga aku
tak bisa menghitung berapa janjikah yang sudah kau ucapkan padaku dan
engkau ingkari? Walaupun begitu sering kamu menyakitiku, dan begitu pula
anehnya, maaf itu selalu dengan mudahnya terucap untukmu. Lihatlah aku
yang hanya bisa diam dan membisu. Menahan perasaan ini sendirian, dengan
begitu perihnya, mengiris, membuat seluruh isi dalam tubuh ini meronta
ronta. Namun, aku mencobanya untuk kuat.
Tolong, pandanglah aku yang begitu mencintaimu dengan tulus, namun kau hempaskan begitu bulus.
Seberapa
tidak pentingkah aku? Apakah aku hanyalah seperti pertigaan jalan yang
kau lalui tanpa kau hiraukan? bahkan kau tinggalkan?
Aku
merasakan sakit itu, namun aku mencoba untuk kuat. Bahkan kau seakan
tak berdosa begitu lembutnya , begitu indahnya kau mengukir semua momen,
sehingga semuanya akan menjadi kenangan, kenangan yang begitu rancu dan
ambigu. Aku tak mungkin bisa berkata rindu kepadamu, jika berkali-kali
kau seakan menciptakan jarak yang semakin menjauh. Apa aku tak berharga
untukmu? Apa aku hanyalah boneka yang bisa mengikuti aturan mainmu? Apa
aku tak pantas untuk merasakan bahagia bersamamu? Jika semua pertanyaan
itu terlontar terlalu banyak untuk kau jawab.
Banyak
orang yang berkata bahwa cinta itu tidak bukanlah hal yang harus
benar-benar diperjuangkan. Namun, apakah aku salah jika aku tetap
bertekad mempertahankan rasa cinta ini? Rasa yang sudah membuat semuanya
menjadi ambigu? Rasa yang kadang menyiksa hati ini, membuat buliran air
mata menetes dengan seenaknya tanpa henti. Kurasa kupunya alasan untuk
belajar mempertahankanmu untukku disini.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment