Sunday, 26 May 2013

Mengais Masa Lalu

Aku kira aku berhasil melupakan segala tentangmu. Namun aku ternyata salah, kamu selalu mengajariku mengais-ngais masa lalu. Memaksaku untuk kembali menyentuh kenangan. Terdampar dalam bayang-bayang yang kau buat secara sengaja, seakan-akan sosokmu nyata. Menjelma menjadi pahlawan kesiangan yang merusak kebahagiaan. Dalam kenangan kau seret aku perlahan. Menuju masa yang seharusnya aku lupakan. Seakan usahaku yang begitu keras mematikan rasa ini. Hingga aku kelelahan. Hingga aku sadar, bahwa aku sedang dipermainkan. Inikah caramu menyakitiku. Inikah caramu mencabik-cabik perasaanku. Apa dengan melihat tangisku itu berarti bahagia buatmu. Apa dengan menorehkan luka dihatiku, berarti kemenangan bagimu.

Siapa aku dimatamu? Hingga begitu sulit kau lepaskan aku dari jeratanmu. Apakah kamu punya hal yang sama seperti yang kuimpikan? Apakah kamu memiliki perasaan yang sama dalamnya seperti aku? Atau hanya permainan yang akan kau beri? Sungguh apakah boneka kecilmu dilarang untuk bahagia? Apakah wayang yang sering kau mainkan dilarang mencari kebahagiaan. Mengapa kau sering perlakukan aku seperti permainan. Kapan kau ajari aku kebebasan? Ajari aku cara melupakan. Meniadakan segala kecemasan, meniadakan segala kenangan. Nyatanya derai air mataku hanya disebabkan olehmu. Ajari aku cara melupakan, sehingga aku lupa caranya menangis, sehingga aku lupa caranya meratap. Karena aku selalu kenal air mata.


Jika kutahu seperti ini ujungnya, seharusnya sejak awal ku tak perhatikan kau sedetail ini. Ku tak mencari kontakmu, tak mencoba menghubungimu. Jika kau ingin tahu, kurasakan rasa sesak ini, rasa yang sungguh menyedihkan. Aku merasa terkatung-katung sendirian. Meminum asam dan garam, dan membiarkanmu memakan semuanya hal manis. Seharusnya aku tak pernah menggubris. Ini kesalahanku. Jika dari awal aku tak mengenalmu, mungkin aku tak terlalu mengenal dan berteman baik dengan air mata. Aku terlalu bodoh dalam hal keingintahuanku.
Semua cerita punya akhir. Inilah ceritaku, aku berhak untuk memilih, namun semuanya seakan tak seperti yang kupilih.  Aku hanya ingin tertawa, sehingga hati aku mati rasa akan luka.


No comments:

Post a Comment