Tik tik tik, detik demi detik mulai telalui. Mungkin ini tepat sehari aku tanpamu, sehari pula aku yang tertatih menahan rindu ini untukmu. Dulu kau selalu ada disampingku ketika ku mulai ungkapkan rindu ini perlahan demi perlahan. Namun sekarang? Apa yang bisa kulakukan? Cuma dapat mengungkapkannya dalam diam dan tergelayut dalam manjanya mentari yang terlalu silau menyeringaikan sinarnya. Bahkan bintang-bintang pun enggan menyapa ku untuk itu. Aku tak mungkin munafik. Aku membutuhkanmu. Aku tak bisa tanpamu.
Tapi, apa aku bodoh? Membiarkan diriku kembali merasakan siksaan yang menyesakkan hati ini. Kamu mulai tak memperdulikanku kembali. Kamu mulai enggan bicara kepadaku kembali. Bahkan kamu yang pernah menawarkan pelangi, membalikkannya menjadi awan mendung yang sangat gelap. Kamu seakan dengan mudahnya mempermaikannya. Andai kamu tahu hati ini begitu tulus mencintaimu.
Berhari-hari kita lewati sosok sang ufuk fajar, mengatakan "Selamat Pagi" untuk pasangan yang tersayang. Berkali-kali juga kita merasakan panasnya sang mentari , dan saling mengatakan "Jangan lupa Sholat Dzuhur" tapi berkali-kali pula kita menikmati jingganya senja dan mengatakan "Kaulah pujaan hati" . Akan tetapi, sekarang tak ada lagi nama kamu memenuhi inbox handphone-ku. Tak ada lagi ucapan "Selamat Malam" untukku darimu yang sering mericuhkan gendang telingaku. Apa semua itu begitu mudah untuk dilupakan hanya dalam waktu 1 fajar,1 panas mentari dan 1 senja? Tidak kan?! Namun itu yang dengan mudahnya kamu lupakan.
Mungkin aku mulai bahkan harus tersadar, bahwa aku tak lebih baik dari makhluk sejenisku diluar sana, aku terlalu minim. Aku terlalu jauh dibandingkan dengan makhluk-makhluk sejenis ku diluar sana. Pesan-pesan singkat yang pernah kau kirimkan ke aku, beberapa memori ku tentangmu tak terlalu mudah untuk dihapuskan begitu saja. Andaikan aku layaknya kamu, begitu mudah memberi dan begitu mudah pula untuk ngelepasin. Aku tak tahu mengapa aku pernah tolol menganggap bahwa semua yang kau katakan itu suatu saat akan menjadi nyata. Aku pikir semua yang kau katakan itu adalah salah satu bentuk dari cinta. Dan ternyata aku tolol. Begitu bodoh untuk mengartikannya segitu tingginya.
Alangkah baiknya jika dari dulu aku mencoba untuk kokoh dalam pendirianku, menganggapmu sejenis lelaki yang tak pernah serius. Tapi apa? aku terlalu luluh dengan kata-kata manismu yang seakan telah kau rangkai begitu hebatnya, begitu manisnya. Dan itu membuatku jatuh cinta denganmu, hingga sekarang. Hingga sekarang kau lantas pergi dan meninggalkanku dengan beribu luka dan kenangan. Andaikan kau mengetahuinya, ini terlalu cepat untukku, ini terlalu sakit pula untukku. Tapi apa mungkin kau menggubris semuanya? Kurasa sama sekali tidak. Rasa ini begitu absurd dan sulit dideskripsikan. Kau membawa jiwaku pergi entah kemana. Dan mengasingkanku kedunia yang tak pernah kuketahui letaknya. Mungkin kau bahkan tak pernah tahu, semenjak kepergianmu aku mulai berteman baik dengan yang namanya air mata. Air mata kesengsaraan.
Tapi mungkin hanya lewat tulisan ini, aku dapat mengatakan rindu untukmu. Aku masih terlalu takut untuk menghubungimu kembali, membicarakan angan-angan kita, membicarakan cinta yang pernah kita bina dengan sempurna. Dan membicarakan tentang kata rindu yang terselubung di hati. Aku merindukanmu. Aku masih menyayangimu, kembalilah wahai lelakiku. Andaikan kamu tahu, tanpamu semuanya terasa berbeda. Amat sangat berbeda.
Berhari-hari kita lewati sosok sang ufuk fajar, mengatakan "Selamat Pagi" untuk pasangan yang tersayang. Berkali-kali juga kita merasakan panasnya sang mentari , dan saling mengatakan "Jangan lupa Sholat Dzuhur" tapi berkali-kali pula kita menikmati jingganya senja dan mengatakan "Kaulah pujaan hati" . Akan tetapi, sekarang tak ada lagi nama kamu memenuhi inbox handphone-ku. Tak ada lagi ucapan "Selamat Malam" untukku darimu yang sering mericuhkan gendang telingaku. Apa semua itu begitu mudah untuk dilupakan hanya dalam waktu 1 fajar,1 panas mentari dan 1 senja? Tidak kan?! Namun itu yang dengan mudahnya kamu lupakan.
Mungkin aku mulai bahkan harus tersadar, bahwa aku tak lebih baik dari makhluk sejenisku diluar sana, aku terlalu minim. Aku terlalu jauh dibandingkan dengan makhluk-makhluk sejenis ku diluar sana. Pesan-pesan singkat yang pernah kau kirimkan ke aku, beberapa memori ku tentangmu tak terlalu mudah untuk dihapuskan begitu saja. Andaikan aku layaknya kamu, begitu mudah memberi dan begitu mudah pula untuk ngelepasin. Aku tak tahu mengapa aku pernah tolol menganggap bahwa semua yang kau katakan itu suatu saat akan menjadi nyata. Aku pikir semua yang kau katakan itu adalah salah satu bentuk dari cinta. Dan ternyata aku tolol. Begitu bodoh untuk mengartikannya segitu tingginya.
Alangkah baiknya jika dari dulu aku mencoba untuk kokoh dalam pendirianku, menganggapmu sejenis lelaki yang tak pernah serius. Tapi apa? aku terlalu luluh dengan kata-kata manismu yang seakan telah kau rangkai begitu hebatnya, begitu manisnya. Dan itu membuatku jatuh cinta denganmu, hingga sekarang. Hingga sekarang kau lantas pergi dan meninggalkanku dengan beribu luka dan kenangan. Andaikan kau mengetahuinya, ini terlalu cepat untukku, ini terlalu sakit pula untukku. Tapi apa mungkin kau menggubris semuanya? Kurasa sama sekali tidak. Rasa ini begitu absurd dan sulit dideskripsikan. Kau membawa jiwaku pergi entah kemana. Dan mengasingkanku kedunia yang tak pernah kuketahui letaknya. Mungkin kau bahkan tak pernah tahu, semenjak kepergianmu aku mulai berteman baik dengan yang namanya air mata. Air mata kesengsaraan.
Tapi mungkin hanya lewat tulisan ini, aku dapat mengatakan rindu untukmu. Aku masih terlalu takut untuk menghubungimu kembali, membicarakan angan-angan kita, membicarakan cinta yang pernah kita bina dengan sempurna. Dan membicarakan tentang kata rindu yang terselubung di hati. Aku merindukanmu. Aku masih menyayangimu, kembalilah wahai lelakiku. Andaikan kamu tahu, tanpamu semuanya terasa berbeda. Amat sangat berbeda.
No comments:
Post a Comment